Melalui tulisan ini, saya akan sedikit
bercerita tentang pendekatan saintifik/ilmiah dalam proses pembelajaran
sebagaimana yang telah saya pahami selama ini. Menurut hemat saya, upaya
penerapan pendekatan saintifik/ilmiah dalam proses pembelajaran bukan
hal yang aneh dan mengada-ada tetapi memang itulah yang seharusnya
terjadi dalam proses pembelajaran, karena sesungguhnya pembelajaran itu
sendiri adalah sebuah proses ilmiah (keilmuan).
Banyak para ahli yang meyakini bahwa
melalui pendekatan saintifik/ilmiah, selain dapat menjadikan siswa lebih
aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya, juga dapat
mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan guna menemukan fakta-fakta
dari suatu fenomena atau kejadian. Artinya, dalam proses pembelajaran,
siswa dibelajarkan dan dibiasakan untuk menemukan kebenaran ilmiah,
bukan diajak untuk beropini apalagi fitnah dalam melihat suatu fenomena.
Mereka dilatih untuk mampu berfikir logis, runut dan sistematis, dengan
menggunakan kapasistas berfikir tingkat tinggi (High Order Thingking/HOT). Combie White (1997) dalam bukunya yang berjudul “Curriculum Innovation; A Celebration of Classroom Practice” telah mengingatkan kita tentang pentingnya membelajarkan para siswa tentang fakta-fakta. “Tidak ada yang lebih penting, selain fakta“, demikian ungkapnya.
Penerapan pendekatan saintifik/ilmiah dalam pembelajaran
menuntut adanya perubahan setting dan bentuk pembelajaran tersendiri
yang berbeda dengan pembelajaran konvensional. Beberapa metode
pembelajaran yang dipandang sejalan dengan prinsip-prinsip pendekatan
saintifik/ilmiah, antara lain metode: (1) Problem Based Learning; (2) Project Based Learning; (3) Inkuiri/Inkuiri Sosial; dan (4) Group Investigation.
Metode-metode ini berusaha membelajarkan siswa untuk mengenal masalah,
merumuskan masalah, mencari solusi atau menguji jawaban sementara atas
suatu masalah/pertanyaan dengan melakukan penyelidikan (menemukan
fakta-fakta melalui penginderaan), pada akhirnya dapat menarik
kesimpulan dan menyajikannya secara lisan maupun tulisan.
Apakah
pendekatan saintifik/ilmiah dengan langkah-langkah seperti dikemukakan
di atas bisa diterapkan di semua jenjang pendidikan? Jawabannya tentu
akan menjadi perdebatan keilmuan, tetapi saya memegang satu teori yang sudah kita kenal yaitu Teori Perkembangan Kognitif
dari Piaget yang mengatakan bahwa mulai usia 11 tahun hingga dewasa
(tahap formal-operasional), seorang individu telah memiliki kemampuan
mengkoordinasikan baik secara simultan maupun berurutan dua ragam
kemampuan kognitif yaitu: (1) Kapasitas menggunakan hipotesis; kemampuan
berfikir mengenai sesuatu khususnya dalam hal pemecahan masalah dengan
menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan yang dia
respons; dan (2) Kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak;
kemampuan untuk mempelajari materi-materi pelajaran yang abstrak secara
luas dan mendalam.
Dengan demikian, tampaknya pendekatan saintifik/ilmiah dalam pembelajaran
sangat mungkin untuk diberikan mulai pada usia tahapan ini. Tentu saja,
harus dilakukan secara bertahap, dimulai dari penggunaan hipotesis dan
berfikir abstrak yang sederhana, kemudian seiring dengan perkembangan
kemampuan berfikirnya dapat ditingkatkan dengan menggunakan hipotesis
dan berfikir abstrak yang lebih kompleks.
Sementara itu, Kemendikbud (2013) memberikan konsepsi tersendiri bahwa pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran didalamnya mencakup komponen: mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta.
Komponen-komponen tersebut seyogyanya dapat dimunculkan dalam setiap
praktik pembelajaran, tetapi bukanlah sebuah siklus pembelajaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar